Pemberdayaan Pendidikan dan Kebutuhan Perpustakaan

Lilik Rosida Irmawati
Konon, air sungai Trigis berwarna kehitaman akibat kelunturan tinta. Itu terjadi pada tahun 1258 M di kota Bagdad. Pada saat itu Bagdad dipuja sebagai pusat ilmu pengetahuan dunia. Namun akibat kerakusan, keserakahan, kebengisan, keberangasan, dan kebodohan pasukan Hulagu dari Mongol, bukan hanya membunuh dan membakar. 
Tetapi juga membakar buku untuk perapian (memasak makanan) dan menceburkan ke sungai Trigis. Hulagu, sang panglima perang berasal dari sebuah bangsa barbar, yang tidak peduli dengan jutaan entri dokumentasi, hasil pengembangan akal budi manusia. Setelah penyerbuan itu, kemasyhuran kota Bagdad meredup dengan hebat, karena telah kehilangan buku-buku berharga yang dijadikan rujukan pemikiran. Dalam satu generasi kerusakan mental tampak belum begitu parah, namun dalam beberapa generasi berikutnya, kekuatan mengingat menghilang.
Dari gambaran diatas dapat disimpulkan betapa penting dan vital peran buku dalam upaya mencerdaskan anak bangsa. Budaya baca harus menjadi sebuah kebutuhan untuk kemajuan pribadi maupun kepentingan umum. Motivasi membaca harus senantiasa diwacanakan oleh para pendidik maupun orang tua, khususnya membaca yang berkualitas. 
Budaya baca, perpustakaan dan ilmu pengetahuan merupakan tiga serangkai yang berkaitan langsung dengan pendidikan diri pribadi, keluarga, masyarakat, dan bangsa. Fakta tersebut hendaknya memotivasi dan menyadarkan setiap warga negara, terutama masyarakat Sumenep. Dalam hal ini pemerintah daerah hendaknya lebih memberdayakan perpustakaan, baik dalam lingkup daerah, kecamatan, desa, maupun lingkup sekolah.
Perpustakaan umum, Perguruan Tinggi, Desa, maupun sekolah hendaknya menyediakan berbagai bahan bacaan yang bersifat edukatif, informatif, tetapi juga menyediakan bahan-bahan bacaan  yang komunikatif, populer dan bersifat rekreatif. Pada dasarnya perpustakaan juga sangat potensial bagi pendidikan non formal dan ajang mencari ilmu.
Peningkatan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab bersama, keluarga, masyarakat dan pemerintah daerah. Tak berlebihan apabila tanggung jawab tersebut dipikul bersama dengan membangun komitmen kuat untuk mencapai tujuan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia dalam upaya memaksimalkan pengelolaan Sumber Daya Alam yang melimpah ruah. 
Kekayaan botani kelautan yang ada di Sumenep belum bisa dieksplorasi maupun dieksploitasi secara maksimal untuk peningkatan aspek ekonomi, sosial dan budaya apabila esensi dari pendidikan belum tercapai. Melalui pintu pendidikan, jembatan emas membangun masyarakat yang madani, humanis, makmur dan sejahtera akan tercapai. Dan melalui pintu pendidikan pula, masyarakat Sumenep akan bisa dan mampu menjadi tuan di rumahnya sendiri.
********
Daftar Pustaka
  1. Fiske, Edward B. Decentralization of Education: Politics and Consensus diterjemahkan oleh Basilius Bengoteku. Desentralisasi Pengajaran: Politik dan Konsensus. Jakarta: Grasindo,1998.
  2. Anonim, Draff Rancangan Undang-Undang  Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional.
  3. Syaukani, HR, dkk.2002. Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
  4. Anonim, Depdiknas  Kanwil Jateng. Muatan Otonomi Daerah Bidang Pendidikan. Makalah disampaikan dalam Semiloka Implikasi Otonomi Daerah di Salatiga, Desember 2001.
  5. Dinas Perindag Dan Penanaman Modal Kabupaten Sumenep. Profil Potensi Investasi Kabupaten Sumenep 2006.
  6. Wilardjo, L. “Secercah Pandangan tentang Pengajaran Sains”, dalam Suwarno, P.J, et. Al (eds): Pendidikan Sains yang Humanistis, Kanisius Yogyakarta, 1998, pp. 50-94.
  7. Soegiarto, A. 1976. Pedoman Umum Pengelolaan Wilayah Pesisir. Jakarta: Lembaga Oseanologi Nasional
  8. KOMPAS : “Menjungkirbalikkan Logika Pendidikan”, Fokus KOMPAS Minggu, 2.3.2003.
  9. Abu-Duhou, Ibtisam. School-Based Management. Diterjemahkan oleh Noryamin Aini, dkk. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta. Logos Wacana Ilmu, 2002.
  10. Bakker SJ, J.W.M., Filsafat Kebudayaan: Sebuah Pengantar, Yogyakarta, Kanisius 1984
  11. Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung. Remadja Rosdakarya,1999.
  12. Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia II: Kurikulum untuk Abad ke-21. Gramedia, 1994.
  13. Kaplan, D dan A.A. Manners, Teori Budaya, terjemahan Landung Simatupang, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1999.
  14. Buchori, Mochtar, Transformasi Pendidikan. Jakarta. pustaka Sinar Harapan – IKIP Muhammadiyah Jakarta Prees, 1995.
  15. Soedjatmoko, “Pembangunan sebagai Proses Belajar”, dalam majalah Umum Basi, edisi Agustus 1985, XXXIV-8,hal. 283.
  16. Wiryawan, Budy. 1999. Peran Serta Masyarakat Belum Maksimal. Koridor, 1 Juli 1999
  17. Soekanto, Soerjono. 1986. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. Rajawali
  18. Basrowi, 2000. Transformasi Sosial Masyarakat Pesisir: Studi Perubahan Okupasi Masyarakat Pesisir. Lampung. USAID – BAPPENAS
  19. Baharuddin Dan Meneth Ginting. 1997. Konsepsi Dan Pelaksanaan Pembangunan Desa Pantai. Medan USU Press.
********

Tulisan ini telah terbit di majalah Edukasi tahun 2012
Penulis dikenal juga dengan nama Lilik Soebari atau El  Iemawati, menulis sejak  dibangku SPG. Tulisannya banyak termuat disejumlah media cetak  ibu kota dan  daerah dalam bentuk cerpen, novel, dan artikel pendidikan dan budaya.  Bukunya yang telah terbit “Berkenalan dengan Kesenian Tradisional Madura (Penerbit SIC Surabaya, 2004). Ghai Bintang (Penerbit Disparbud Sumenep, 2007)  dan sebelumnya menulis cerita bersambung “Marlena, Perjalanan Panjang Wanita Madura” di sebuah majalah Surabaya (1992). Selain menulis kerap tampil sebagai pembicara, khususnya dalam bidang pengembangan pendidikan dan budaya, selain sebagai reporter tetap Tabloit “Info” Badan Kominfo, Kabupaten Sumenep. Perkerjaan tetapnya, sebagai guru di RSDBI Pangarangan III Kecamatan Kota Sumenep.
Penulis adalah pengelola blog ini, dengan akun FB: https://www.facebook.com/lilik.soebari