Ale’-selle’: Model Interaksi Kaum Perempuan yang Telah Hilang


Istilah ale’-selle’, (mencari kutu rambut; Madura) adalah pekerjaan yang sering dilakukan oleh para ibu di kala senggang. Pekerjaan sambilan tersebut sangatlah mengasyikkan, di samping membantu membersihkan rambut dari kutu, ketombe, mencabuti uban yang bikin gatal kepala, ataupun kotoran-kotoran yang menempel di kulit kepala, maka acara ale’-selle’ menjadi ajang bergosip yang takkan kehabisan bahan. Dari gosipin tetangga, para selebritis sampai acara sinetron yang silih berganti judul, namun dengan tema yang sama.

Tentu saja kebiasaan ale’-selle’, menjadi hiburan tersendiri, menjadi kebutuhan untuk saling ber-interaksi sesama tetangga. Walaupun saat ini acara semacam itu sudah sangat berkurang, karena intensitas komunikasi semakin berkurang, apalagi betapa gencarnya Televisi menayangkan produk acara andalan dan membuat betah bokong kepanasan. Dari pagi buta sampai tengah malam, bergantian tombol diganti untuk mencari cannel acara yang menarik. Barangkali untuk wilayah perkotaan, acara ale’ – selle ’ saat ini hanya menjadi sebuah lintasan kenangan saja. Karena berbagai produk pembunuh serangga dengan berbagai aroma bertebaran di pasaran. Dengan sekali pakai obat pemusnah, maka semua kutu yang bersarang di kepala akan segera mati.

Acara ale’ selle, yang bersifat tradisional dan lokal telah kehilangan komunitasnya baik di lingkungan perkotaan, pinggiran maupun pedesaan. Berbagai produk kecantikan dan salon-salon kecantikan merambah ke berbagai pelosok. Di samping itu wanita jaman sekarang sangatlah malu apabila ada kutu yang bersarang di mahkota rambutnya. Bagaimana tidak ? Karena kutu-kutu itu akan membawa petaka, yaitu mengurangi rasa percaya diri sekaligus mengurangi nilai kecantikannya. Bisa dibayangkan ketika tampil mempesona dalam sebuah kegiatan, tiba-tiba saja kutu-kutu tersebut usil, menggigit kulit kepala dan menghisap darah. Gigitan tersebut akan meninggalkan ekses gatal, dan tangan pun ikut kegatalan kalau tidak menggaruknya.

Meskipun acara ale’ selle’ ini telah hilang dari peredaran namun acara ini menjadi embrio lahirnya budaya baru yang digemari. Esensi dari ale’ selle’ adalah mencari biang penyakit yang ada di kepala. Bukan hanya mencari tetapi sekaligus memusnahkan sampai ke akar-akarnya. Dalam konteks yang berbeda, berbagai produk acara yang ditayangkan oleh media elektronika maupun media massa tidaklah jauh berbeda dengan acara ale selle’.

Dapatlah disaksikan tayangan acara selebritis yang mengupas tuntas kehidupan seorang artis yang ketiban sial tersandung kasus, baik pidana, perdata maupun keluarga. Tayangan yang demikian tuntas membuat sang artis megap-megap kehabisan nafas. Sang pemburu berita bukan hanya menuntaskan sang artis sebagai biangnya, melainkan pula semua sisi kehidupannya di korek hanya untuk memuaskan nafsu keingintahuan semua orang. Sementara itu media cetak pun tak ingin ketinggalan meramu acara ale’ selle ini dengan berbagai gaya penulisan yang mengasyikkan, plus gambar-gambar syur yang memabukkan. Semuanya serba terbuka, sebagaimana para wanita melakukan, membuka lembaran-lembaran rambut, membukanya secara perlahan, memburu kutu dengan ketekunan dan kecermatan luar biasa, memburu kutu yang se warna dengan rambut, menggencetnya dengan tangan dan memusnahkannya.

Analogi tersebut barangkali kurang tepat, namun melihat kemiripan tujuan dari kedua budaya tersebut tidaklah jauh berbeda. Yaitu bermuara pada sebuah perburuan, berburu dan berburu untuk mendapatkan mangsa dan memuaskan nafsu membunuh. Bukan hanya pembunuhan fisik, namun juga pembunuhan karakter.